Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Prinsip, Metode, dan Studi Kasus
- gabriela-muecke525
- Aug 14, 2023
- 6 min read
Karakter sungai di Pulau Ambon memiliki ciri hanya satu aliran sungai utama dari hulu ke hilir ataupun satu aliran sungai utama yang akan terbagi menjadi beberapa anak sungai di arah hilir. Ini berbeda dengan karakter sungai Wai Loning yang membelah Negeri Laha yang menerima aliran dari dua sungai utama lainnya yaitu Wai Sakula dan Wai Tengah, yang menyebabkan potensi debit banjirnya menjadi berkali lipat lebih banyak terutama di musim hujan.
Nur Aslamaturrahmah Dwi Putri. 2008. Kebijakan pemerintah Dalam pengendalian pencemaran air sungai siak (studi pada daerah aliran sungai siak bagian hilir). Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Riau.
Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pdf Downloadl
Download Zip: https://urluso.com/2vD56w
Perubahan tata guna tanah di kota Balikpapan daerah resapan akibat pembangunan untuk pengembangan permukiman, industri dan fasilitas perkotaan diperkirakan telah mengganggu rantai siklus hidrologi yaitu menghambat masuknya air hujan kedalam tanah (infiltrasi). Perkembangan kota yang pesat masih belum bisa diimbangin dengan pembangunan sarana dan prasarana drainase yang memadai. Intensitas hujan berpengaruh terhadap kesempatan masuknya air ke dalam tanah, semakin banyak air yang masuk kedalam tanah maka semakin besar kandungan air tanah.
Daerah Aliran Sungai Badeng Tengah merupakan Daerah Aliran Sungai yang pernah mengalami peluapan aliran sungai hingga menyebabkan banjir. Sungai tersebut meluap dengan kapasitas volume yang sangat tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi peluapan aliran pada sungai Badeng Tengah di daerah Wisata Pinus Songgon Banyuwangi.
Pengukuran debit sungai dengan metode pelampung (Float Area Method) selama 24 jam dan pengukuran penampang sungai. Analisa hidrologi meliputi perhitungan curah hujan rancangan kala ulang, debit banjir dengan metode rasional. Simulasi analisa hidrolika menggunakan program HEC-RAS untuk mengetahui kapasitas penampang sungai terhadap potensi peluapan aliran.
Hasil analisa pada kondisi eksisting didapatkan Q saluran > Q aliran + Q rencana kala ulang, menunjukkan bahwa Daerah Aliran Sungai Badeng Tengah tidak mengalami peluapan aliran sungai, yang memiliki angka Froude
Kawasan perkotaan di Kabupaten Maros dilalui oleh Sungai Maros. Aliran Sungai Maros mengalir menuju Selat Makassar dan merupakan muara bagi sungai-sungai lain di bagian hulu. Sungai Maros yang melalui kawasan perkotaan memiliki daerah aliran sungai yang sangat rentan untuk dialihfungsikan. Pertumbuhan alih fungsi lahan non terbangun menjadi terbangun secara fakta marak terjadi pada kawasan daerah aliran sungai Maros. Kawasan daerah aliran sungai yang terbanguni berpotensi menyebabkan gangguan ekologis dan hidrologis yang berdampak pada terjadinya banjir karena berkurangnya lahan resapan air serta berubahnya morfologi daerah aliran sungai. Tujuan pertama penelitan ini adalah mengetahui kondisi penggunaan lahan terbangun serta perubahannya dalam kurung waktu 5 tahun terakhir di kawasan Daerah Aliran Sungai Maros menggunakan metode analisi tumpang tindih peta. Tujuan kedua adalah mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan terbangun terhadap banjir di kawasan Daerah Aliran Sungai Maros dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana. Variabel prediktor yang digunakan yaitu perubahan penggunaan lahan (X), dengan variabel kriterium adalah luas banjir (Y). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan terbangun pada kawasan daerah aliran sungai Maros mengalami peningkatan yang cukup tinggi, dimana lahan kebun yang berubah menjadi permukiman sebesar 18,4 ha. Sedangkan sawah yang berubah menjadi permukiman sebesar 3,68 ha dari tahun 2015 ke tahun 2019. Perubahan penggunaan lahan terbangun yang terjadi berpengaruh kuat dan signifikan terhadap peningkatan luas genangan banjir pada kawasan daerah aliran sungai Maros.
4 Prakata Kurang tersedianya buku teks tentang hidrologi, terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), mendorong penulis untuk menyusun buku Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sesuai dengan judul buku, buku ini berisi uraian prinsip-prinsip hidrologi dan bagaimana mengaplikasikan prinsip-prinsip hidrologi untuk memahami keterkaitan komponen-komponen ekosistem DAS sehingga pengelolaan sumber daya alam termasuk manusia dalam skala DAS dapat dilaksanakan secara logis, sistematis, dan rasional. Topik hidrologi dan topik pengelolaan DAS secara terpisah merupakan kajian yang cukup luas. Apalagi kalau kedua topik tersebut dijadikan satu topik bahasan yang (diharapkan) komprehensif dan terintegrasi, sungguh suatu pekerjaan yang tidak mudah, dan oleh karenanya terbuka terhadap kekurangan-kekurangan. Buku Hidrologi dan Pengelolaan DAS merupakan kajian yang bersifat multiaspek dan saling terkait sehingga masing-masing aspek memiliki format yang sedikit berbeda dari buku yang fokusnya hanya pada salah satu aspek saja. Demikian juga, karena luasnya topik-topik yang dijadikan bahasan, uraian masing-masing topik dalam buku ini dibatasi pada hal-hal yang secara langsung berkaitan dengan tujuan penulisan buku seperti telah dikemukakan di muka. Apabila uraian untuk masing-masing topik dianggap kurang lengkap, pembaca dipersilakan mempelajari lebih lanjut topik yang dimaksud vii
14 Daftar Tabel Tabel 2.1 Perhitungan curah hujan rata-rata sub-das Citarik dengan menggunakan metode Poligon (Thiessen Polygon) Tabel 2.2 Hubungan intensitas dan lama waktu hujan selama berlangsungnya kejadian hujan seperti tersebut pada Gambar 2.5. (a) Tabulasi data hujan. (b) Tabulasi intensitas hujan maksimum untuk lama waktu hujan yang berbeda Tabel 2.3 Tipe hujan dan parameternya Tabel 2.4 Perhitungan periode ulang untuk presipitasi dengan lama waktu hujan 5 menit (data hujan bersifat hipotetis, untuk tujuan ilustrasi) Tabel 3.1 Perbandingan antara curah hujan total, P g, air lolos, T f, air aliran batang, S f, dan intersepsi hujan, I (mm) di hutan tidak terganggu dan hutan bekas tebangan TPTI di Kalimantan Tengah Tabel 3.2 Besarnya intersepsi hujan dari berbagai jenis tanaman. 85 Tabel 3.3 Radiasi matahari rata-rata yang diterima bidang horizontal pada lapisan atas atmosfer (kal/cm 2 /hari) Tabel 3.4 Neraca air rata-rata bulanan (mm) di daerah Kamojang, Jawa Barat (perhitungan oleh penulis) Tabel 3.5 Besarnya harga SM yang umum digunakan (mm) xvii
16 Tabel 4.8 Kedalaman air larian (mm) menurut besarnya curah hujan dan bilangan kurva (CN) menurut metode Soil Conservation Service Tabel 4.9 Laju air larian puncak (m 3 /dt/mm) menurut luas daerah tangkapan air dan nilai CN menurut metode Soil Conservation Service Tabel 4.10 Penampang melintang sungai dan persamaan untuk Wp, r, dan lebar permukaan sungai Tabel 4.11 Koefisien kekasaran Manning n Tabel 4.12 Pemakaian UHG Tabel 5.1 Laju resapan air tanah tahunan per kabupaten di Jawa Barat Tabel 5.2 Klasifikasi tanah menurut sistem perhimpunan tanah internasional Tabel 5.3 Pengambilan air tanah dalam di Cekungan Bandung Tabel 5.4 Penurunan tinggi muka air tanah di daerah Kota Bandung dan sekitarnya ( ) Tabel 6.1 Perubahan koefisien varians air lolos (throughfall) terhadap curah hujan Tabel 6.2 Besarnya variabilitas presipitasi antaralat penakar hujan di Camp 48, Sangai, Kalimantan Tengah Tabel 6.3 ANOVA hasil pengukuran presipitasi dengan alat penakar hujan berbeda Tabel 6.4 Hubungan debit dan aliran sedimen Sungai Cimanuk di pos duga air Bojongloa, Jawa Barat Tabel 6.5 Debit puncak, peringkat, dan kedudukan plot (plotting position) untuk pos duga air Eretan, sungai Cimanuk, Jawa Barat Tabel 6.6 Angka faktor frekuensi (K) untuk Log Pearson Type III Tabel 6.7 Data yang diperlukan dalam penentuan kurva frekuensi xix
17 Tabel 7.1 Pengaruh tumbuhan bawah dan serasah terhadap besarnya erosi Tabel 7.2 Energi kinetik hujan dalam metrik ton-meter per hektar per cm hujan Tabel 7.3 Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah Tabel 7.4 Prakiraan besarnya nilai K untuk jenis tanah di daerah tangkapan air Jatiluhur, Jawa Barat Tabel 7.5 Nilai LS berdasarkan panjang dan gradien kemiringan lereng Tabel 7.6 Nilai C untuk berbagai jenis tanaman dan pengelolaan tanaman Tabel 7.7 Nilai faktor P pada berbagai aktivitas konservasi tanah di Jawa Tabel 7.8 Perkiraan nilai faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa Tabel 7.9 Faktor P untuk pertanaman menurut kontur dan tanaman dalam teras Tabel 7.10 Faktor VM untuk beberapa tipe vegetasi penutup tanah Tabel 7.11 Faktor VM untuk daerah berhutan yang tidak terganggu Tabel 7.12 Prakiraan besarnya erosi di DAS Cimanuk (stasiun Eretan), Jawa Barat Tabel 7.13 Parameter-parameter untuk penilaian efek vegetasi terhadap erosi dan stabilitas tebing Tabel 7.14 Contoh arahan RLKT untuk masing-masing kawasan Tabel 8.1 Perubahan aliran air sebagai akibat perubahan vegetasi penutup tanah pada daerah selain daerah hutan berkabut (cloud forest) Tabel 8.2 Neraca air DAS Congo, Afrika Tabel 8.3 Neraca air rata-rata dari hasil penelitian pengaruh perubahan vegetasi di hutan hujan tropis Amazon xx
18 Tabel 8.4 Pengaruh penebangan hutan terhadap evapotranspirasi, curah hujan, dan aliran air di DAS Amazon Tabel 8.5 Perubahan hasil air dan respons hidrologi lainnya yang diakibatkan oleh pembalakan hutan dengan intensitas berbeda Tabel 8.6 Neraca air DAS sebelum tebang habis hutan campuran berdaun lebar Tabel 8.7 Neraca air DAS setelah tebang habis Tabel 8.8 Perubahan aliran air setelah penebangan hutan Tabel 9.1 Angka-angka indeks BOD yang ditentukan dalam waktu lima hari dari bermacam sumber pencemar Tabel 9.2 Konsentrasi BOD 5 di beberapa lokasi di sepanjang sungai Citarum dan skala prioritas penurunan konsentrasi BOD 5 yang harus dilakukan Tabel 9.3 Pemanfaatan air permukaan menurut standar kualitas air Tabel 10.1 Pengelolaan DAS sebagai suatu sistem perencanaan pengelolaan sumber daya alam Tabel 10.2 Tiga kegiatan utama pengelolaan DAS Tabel 10.3 Pendekatan dalam pengelolaan ekosistem DAS terpadu Tabel 10.4 Hasil pengukuran debit aliran dan muatan sedimen Tabel 10.5 Perhitungan muatan sedimen total Tabel 10.6 Kriteria pengelolaan DAS Tabel 10.7 Program pemanfaatan lahan yang sedang berjalan dan yang akan diusulkan dalam pengelolaan DAS Tabel 10.8 Besarnya erosi tahunan pada keadaan tanpa kegiatan proyek (ton/ha) Tabel 10.9 Besarnya erosi tahunan pada keadaan dengan kegiatan proyek (ton/ha) Tabel Kehilangan tanah (erosi) total pada keadaan tanpa kegiatan proyek xxi 2ff7e9595c
Comentarios